purwakarta.com – 7 Alasan Banyak Perusahaan Memecat Gen-Z, Generasi Z atau yang sering disebut Gen-Z merupakan kelompok individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka adalah generasi yang tumbuh di era digital, memiliki keterampilan teknologi yang unggul, dan cenderung memiliki pola pikir yang berbeda dari generasi sebelumnya. Namun, di balik keunggulan yang dimiliki, banyak perusahaan menghadapi tantangan dalam mempertahankan karyawan dari generasi ini.
7 Alasan Banyak Perusahaan Memecat Gen-Z
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak laporan yang menunjukkan bahwa perusahaan sering kali memutuskan hubungan kerja dengan karyawan Gen-Z lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan banyak perusahaan mengambil keputusan tersebut? Apakah perbedaan budaya kerja, kurangnya loyalitas, atau ekspektasi yang tidak realistis menjadi faktor utama? Artikel ini akan membahas tujuh alasan utama mengapa banyak perusahaan akhirnya memilih untuk memecat karyawan dari generasi Z.
1. Kurangnya Etos Kerja yang Sesuai dengan Budaya Perusahaan
Salah satu alasan utama mengapa banyak perusahaan memecat karyawan dari generasi Z adalah karena adanya perbedaan dalam etos kerja. Gen-Z dikenal sebagai generasi yang kreatif dan penuh inovasi, tetapi sering kali mereka kesulitan menyesuaikan diri dengan budaya kerja yang sudah ada di perusahaan. Banyak perusahaan masih menerapkan struktur kerja yang formal dan hierarkis, sementara Gen-Z lebih nyaman dengan lingkungan kerja yang fleksibel dan santai. Hal ini menimbulkan ketidakcocokan antara ekspektasi perusahaan dan cara kerja Gen-Z.
Selain itu, beberapa perusahaan merasa bahwa Gen-Z kurang memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan kerja. Banyak di antara mereka yang mengutamakan work-life balance dan tidak ingin bekerja lebih dari jam kerja yang telah ditentukan. Sementara itu, beberapa perusahaan masih mengandalkan budaya kerja lembur dan dedikasi total terhadap pekerjaan. Ketika Gen-Z tidak mau mengikuti pola kerja seperti ini, perusahaan cenderung melihat mereka sebagai individu yang kurang berkomitmen dan akhirnya memilih untuk memberhentikan mereka.
2. Kesulitan dalam Menerima Kritik dan Umpan Balik
Perusahaan mempekerjakan karyawan dengan harapan bahwa mereka dapat berkembang dan meningkatkan kualitas pekerjaan mereka dari waktu ke waktu. Namun, salah satu karakteristik yang sering ditemukan pada Gen-Z adalah sulitnya menerima kritik atau umpan balik yang sifatnya membangun. Banyak Gen-Z yang lebih terbiasa dengan penghargaan instan dan merasa tidak nyaman saat mendapatkan kritik, meskipun tujuannya untuk memperbaiki kinerja mereka.
Generasi ini tumbuh di era media sosial yang penuh dengan validasi cepat dalam bentuk like dan komentar positif. Oleh karena itu, mereka lebih terbiasa menerima pujian daripada kritik. Ketika atasan atau rekan kerja memberikan umpan balik negatif, banyak dari mereka yang merasa tersinggung atau bahkan memilih untuk mengundurkan diri daripada mencoba untuk memperbaiki kesalahan mereka. Perusahaan yang tidak bisa menangani karyawan yang sulit menerima kritik akhirnya memilih untuk memecat mereka daripada menghabiskan waktu dan sumber daya untuk membimbing mereka.
3. Tingginya Ekspektasi terhadap Gaji dan Jabatan
Gen-Z memasuki dunia kerja dengan ekspektasi yang cukup tinggi terhadap gaji dan posisi. Mereka memiliki akses ke berbagai informasi tentang industri, gaji rata-rata, dan peluang karier, yang membuat mereka lebih percaya diri dalam menuntut hak mereka. Sayangnya, tidak semua perusahaan mampu memenuhi ekspektasi tersebut, terutama bagi karyawan yang masih berada di tingkat pemula.
Banyak perusahaan merasa bahwa Gen-Z kurang realistis dalam menetapkan standar mereka sendiri. Misalnya, seorang karyawan baru mungkin berharap mendapatkan gaji tinggi atau promosi dalam waktu singkat, padahal pengalaman dan keterampilan mereka belum cukup untuk mencapai posisi tersebut. Ketika harapan mereka tidak terpenuhi, mereka menjadi kurang termotivasi, bekerja dengan setengah hati, atau bahkan mengajukan pengunduran diri. Perusahaan yang merasa kesulitan menghadapi sikap seperti ini akhirnya lebih memilih untuk memecat karyawan dari generasi ini daripada membiarkan mereka bekerja dengan produktivitas yang rendah.
4. Kurangnya Loyalitas terhadap Perusahaan
Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, Gen-Z cenderung lebih sering berpindah-pindah pekerjaan. Mereka tidak ragu untuk meninggalkan perusahaan jika merasa tidak puas dengan lingkungan kerja, gaji, atau kebijakan perusahaan. Fenomena ini disebut dengan “job hopping,” di mana seorang individu sering berpindah tempat kerja dalam waktu yang relatif singkat.
Banyak perusahaan menganggap loyalitas sebagai salah satu faktor penting dalam mempertahankan karyawan. Ketika mereka melihat bahwa seorang karyawan tidak memiliki komitmen jangka panjang terhadap perusahaan, mereka cenderung memilih untuk memutuskan hubungan kerja lebih awal sebelum karyawan tersebut mengundurkan diri sendiri. Selain itu, biaya perekrutan dan pelatihan karyawan baru cukup tinggi, sehingga perusahaan lebih memilih untuk mempertahankan karyawan yang menunjukkan komitmen dibandingkan mereka yang hanya bertahan dalam waktu singkat.
5. Terlalu Bergantung pada Teknologi dan Kurangnya Keterampilan Sosial
Sebagai generasi yang tumbuh di era digital, Gen-Z sangat bergantung pada teknologi dalam menjalankan pekerjaan mereka. Meskipun teknologi memberikan banyak keuntungan dalam meningkatkan produktivitas, beberapa perusahaan merasa bahwa Gen-Z terlalu mengandalkan alat digital dan kurang memiliki keterampilan komunikasi interpersonal yang baik.
Misalnya, dalam beberapa situasi kerja yang membutuhkan interaksi langsung dengan klien atau rekan kerja, Gen-Z sering kali kesulitan untuk berkomunikasi secara efektif. Mereka lebih nyaman berkomunikasi melalui pesan teks atau email dibandingkan berbicara langsung di depan umum atau dalam rapat. Perusahaan yang membutuhkan karyawan dengan keterampilan sosial yang kuat akhirnya memilih untuk menggantikan mereka dengan karyawan yang lebih mampu beradaptasi dalam berbagai situasi komunikasi.
6. Kurangnya Rasa Tanggung Jawab dan Profesionalisme
Beberapa perusahaan mengeluhkan bahwa karyawan Gen-Z memiliki rasa tanggung jawab yang lebih rendah dibandingkan generasi sebelumnya. Misalnya, mereka sering datang terlambat, sulit dihubungi di luar jam kerja, atau bahkan mengabaikan tugas-tugas penting. Sikap seperti ini dianggap tidak profesional dan dapat berdampak negatif pada produktivitas perusahaan.
7. Mudah Bosan dan Kurangnya Motivasi Jangka Panjang
Gen-Z memiliki kecenderungan untuk mudah bosan dengan pekerjaan yang monoton atau tidak memberikan tantangan baru. Mereka lebih menyukai pekerjaan yang dinamis dan memiliki variasi tugas yang berbeda. Jika mereka merasa pekerjaannya terlalu repetitif atau tidak menarik, mereka cenderung kehilangan motivasi dan akhirnya menurunkan produktivitas mereka.
Kesimpulan
Meskipun Gen-Z memiliki banyak keunggulan, seperti kreativitas, kemampuan beradaptasi dengan teknologi, dan inovasi, mereka juga menghadapi tantangan besar dalam dunia kerja. Perusahaan yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan karakteristik generasi ini cenderung mengambil keputusan untuk memecat mereka lebih cepat. Oleh karena itu, bagi Gen-Z yang ingin bertahan dan berkembang di dunia kerja, penting untuk memahami ekspektasi perusahaan, membangun etos kerja yang kuat, serta menunjukkan profesionalisme dan loyalitas yang lebih baik.